Sabtu, 20 Desember 2008
Hari Demi Hari
sementara duka dan kenangan jatuh. . .
dan bumi mLangkah,,,
seiring detak - detak jam. . .
Kulalui hari demi hari
S'perti melangkah di atas jembatan panjang. . .
M'nuju hari esOk yg kian menjeLang. . . . .
Kulalui hari demi hari bersamamu,,,
Burung - burung pun bernyanyi
Di atas senja, matahari terbenam
Bayang - bayang kita pun memanjang
Kulalui hari demi hari,
bersamamu, s'LaLu b'samamu
Kasih yg abadi
Kubenamkan dalam hati. . .^^
Hanya Mimpi
Hanya Mimpi
Semua harapku, tinggal mimpi. Damai yang kurindu, keakraban yang kuidam-idamkan tak pernah ada ….. Hanya ada hardik, caci-maki dimana – mana. Ke mana rasa cinta melayang di antara mereka?
Dua tahun lalu, disaat aku meninggalkan semua. Orang yang biasa kupanggil dengan sebutan papa dan mama itu bertengkar hebat lagi. Berulang kali sudah aku menyaksikan pertengkaran mereka. Hanya ada cemooh, gertak, sumpah serapah, dan saling hantam antara mereka.
Mengendap-ngendap kubuka pintu kamarku. Kujinjing tas berisi pakaian dan sedikit uang dari tabungan yang baru saja kupecahkan. Aku bosan, aku jenuh dengan semua keributan yang dari menit ke menit memekakkan telinga di rumah ini.
Kadang hatiku teriris-iris. Aku bingung, papa-mama.
Kupilih tinggalkan semua perkara dan kutulis sebuah pesan,
“Sudah cukup bagiku hidup bersama papa-mama di rumah yang orang sebut sebagai istana tapi bagiku bagaikan neraka. Panas. Menyesakkan. Aku akan mencari duniaku sendiri.”
Mungkin usiaku kini 17 tahun, tapi aku sudah tidak perduli.
Petualangan ini kumulai sehari setelah kutinggalkan neraka itu.
Beberapa anak phunk menyeretku dalam pesta mereka.
Aku bahagia karena masih ada yang memperhatikanku.
Kami minum besama. Kami makan bersama, mengarungi dunia ilusi.
Oh, nikmatnya kebebasan. Indahnya kemerdekaan.
Mengenaskan…
Tubuhku tak berdaya bila tak minum dengan mereka. Entah apa yang ada di dalam suguhan itu.
Hari berganti bulan, bulan pun berganti tahun.
Aku hidup dalam bayang-bayang speed. Bahkan ganja sudah tak asing bagiku
Sudah berapa purnamakah aku tidak lagi mencicipi bangku sekolah?
Aku rindu mengayunkan pensil pada secarik kertas. Aku rindu menguntai kata
Aku juga rindu menggumuli rumus-rumus Einstein dan juga Pytagoras.
Aku ingin menekuni lagi karya-karya besar seorang Rendra bahkan Shakespeare
Tapi kini membacapun nyaris ku tak bias. Hanya remasan koran yang kupunya, yang kubentang menjadi alas tidurku. Itupun kudapat dengan mengorek-ngorek bak sampah
Cita – citaku, impianku, masa depanku kandas, hancur berkeping – keping.
Kuingin bangkit, keluar dari belenggu hidupku yang hitam legam.
Tapi, di manakah cahaya?
Aku tak dapat melihat jalan untuk kembali. Masih adakah jalan bagiku untuk kembali?
Tiba – tiba, kuteringat akan Engkau Tuhan.